• Pilih Bahasa :
  • indonesian
  • english

Beranda Ramadhan : "SEDEKAH MENUMBUHKAN JIWA"

  • Terakhir diperbaharui : Senin, 19 April 2021
  • Penulis : Vantry Rio Aprian
  • Hits : 284

IMG_4531_-_Copy.jpg

Dr.dr.H.Taufiq Fedrik Pasiak, M.Kes,M.Pd.I
Semalam saya menerima kiriman video yang mengharukan. Pengirimnya kawan saya dari Manado Udin Manono. Sekelompok anak yatim piatu di Panti Asuhan As-Shabirin Jl Masarang Kel Tuminting Kota Manado memanjatkan doa untuk saya; agar diberikan kesehatan, rejeki, umur panjang dan banyak kebaikan-kebaikan lain. 2 hari sebelum puasa saya melakukan sesuatu yang juga dilakukan oleh banyak orang, bahkan ada banyak orang yang melakukan lebih baik dari saya; mengirimkan sedikit sedekah untuk anak-anak yatin piatu  agar menambah kenikmatan mereka sahur di malam 1 Ramadhan 1422 dan kenikmatan saat berbuka esoknya. Tidak banyak yang dikirim. Seadanya khas seorang ASN yang sedang bertugas di luar kota. Ini jauh lebih sedikit dari sedekah kawan saya  pengusaha dan pejabat. 

Meski bukan pertama kalinya, saya selalu merasakan kegembiraan yang lebih dari biasanya. Endorfin—hormon kebahagiaan—dari  otak saya tampaknya meningkat tinggi lebih dari kegembiraan-kegembiraan lain yang saya rasakan. Banyak orang merasakan kegembiraan serupa saya ketika pemberian mereka diterima dengan senang hati, apalagi jika tambah munajat doa dari orang yang merasakan terbantu. Kegembiraan serupa, sependek ingatan saya, pertama kali saya rasakan tahun 1997 sebagai seorang dokter yang berpraktik di kampung kecil-- ketika seorang pasien berpenyakit berat menelpon dan mengabari bahwa ia sudah sembuh dan merasakan lebih sehat setelah mendapatkan obat dari saya. Memberikan sedikit sedekah dan obat yang menyembuhkan berhasil menaikkan kadar kegembiraan saya. Sebuah penelitian (de Wall FB, 2012) yang memindai otak manusia ketika pemiliknya menyumbang untuk amal menunjukkan aktivitas tinggi di daerah fronto-mesolimbik. Area ini diketahui sebagai area yang terlibat dalam perasaan senang yang memungkinkan seseorang merasakan perasaan lebih positif. Lebih dari itu, berderma atau bersedekah atau membantu orang lain dapat memperkuat ikatan kekerabatan, mempertahankan kekompakan kelompok, dan membuat perasaan lebih aman. “with happier people giving more, getting happier, anda giving even more”, kata para bijak bestari. “Semakin bahagia seseorang akan memberi lebih banyak. Memberi lebih banyak, membuat seseorang lebih bahagia. Sejumlah peneliti yang dipimpin oleh Ashley V.Whillans (2017) membuat kesimpulan menarik atas sejumlah penelitian mereka; bahwa menyumbangkan (bersedekah) uang kepada orang lain membuat seseorang menjadi lebih bahagia dibandingkan menghabiskan uang tersebut untuk diri sendiri. 

Lebih dari perasaan bahagia, al-Quran membuat perumpamaan menarik perihal sedekah dan amal dan amal dalam QS.al-Baqarah : 261. “Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap- tiap bulir seratus biji Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas karunia-Nya lagi maha mengetahui.”

Ada perasaan lebih bahagia ketika bersedekah kepada kaum keluarga dan teman dekat.  Perasaan senang itu sungguh membuncah dan berlimpah. Jauh lebih tinggi dari perasaan senang ketika memberikan sedekah pada kenalan biasa dan orang tidak dikenal. Begitu kesimpulan yang bisa ditafsirkan dari penelitian Lara B Aknin dkk (2011). Subyek penelitian melaporkan adanya tingkat pengaruh positif yang lebih tinggi setelah mengingat apa yang telah mereka berikan kepada kelompok yang memiliki ikatan sosial lebih kuat, seperti keluarga dan teman dekat. Boleh jadi, itu karena sedekah dibarengi dengan pertemuan pertemuan yang bernilai positif. Temuan ini memperkuat apa yang dikatakan Rasulullah SAW: “sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kaum kerabat pahalanya dua, pahala sedekah dan pahala menjalin silaturahmi” (HR An-Nasai nomor 2583; HR Tirmidzi no 658; HR Ibnu Majah no 1844). Dalam Sahih Bukhari-Muslim pun disebut: “sedekah kepada kerabat akan mendapatkan 2 ganjaran; (1) ganjaran menjalin hubungan kekerabatan, dan (2) ganjaran atas sedekah itu sendiri” (HR Bukhari no 1466; HR Muslim no 1000). 

Membaca perkataan Rasulullah SAW dan penelitian empirik di atas  saya langsung bisa memahami mengapa kekeluargaan menjadi lebih erat dengan bersedekah. Dalam banyak kesempatan saya sering mendapatkan cerita bahwa kekeluargaan yang tidak dibangun dengan perasaan dan tindakan yang saling membantu, teristimewa kepada keluarga yang tak berpunya, dapat menjadi indikator lemahnya ikatan kekeluargaan itu. Dalam teori sosiologi, ikatan lemah (weak ties) itu berpotensi buruk dalam kehidupan sosial karena di antara mereka tidak memiliki ikatan emosional yang bagus, kontak dan komunikasi yang buruk dan keintiman yang rendah. Ini asal mula solidaritas dan kohesi sosial yang rendah. Menjadi masyarakat yang mudah dipecah belah. 

Meski demikian, tak berarti membantu orang tak dikenal tak memiliki efek yang kuat. Dalam soal kedermawanan—membantu orang tak dikenal—Indonesia menempati rangking teratas dalam soal World Giving Index 2018. Orang Indonesia dikenal sangat dermawan. Mereka membantu orang lain dan memberikan sumbangan. Jika tidak bisa membantu dan memberikan sumbangan mereka setulus hati menjadi relawan. Pada masa masa awal Pandemi Covid-19 media sosial dan media massa dibanjiri dengan kisah kedermawanan sejumlah orang kaya dan orang miskin. Ada yang namanya Steven Indra Wibowo alias Koh Steven—seorang mualaf yang menguangkan harta miliknya sebesar 11,2 M untuk membelikan masker dan baju pelindung terutama bagi tenaga kesehatan. Ada juga orang tak berpunya seperti Didi Yulianto dari Pekalongan yang rela menjual motor satu satunya miliknya untuk membelikan Alat Pelindung Diri bagi tenaga kesehatan. 

Hari pertama puasa (Selasa, 13/04/21) di jalan pulang dari kampus UPN Veteran Jakarta, saya melihat seorang lelaki tua membagi-bagikan bungkusan plastik kepada pengendara motor. Isinya sejumlah kue dan segelas air mineral yang disedekahkan sebagai menu ringan pembuka puasa. Di Manado—tempat dimana saya banyak menikmati suasana ramadhan yang syahdu—saya juga mendapati begitu banyak orang menyediakan makanan berbuka puasa tanpa ada komando dan perintah. Orang-orang berlomba berbuat baik dengan sedekah karena mereka tahu bahwa sedekah itu menambah kebahagiaan dan perasaan positif. Lebih dari semata pahala atas kebaikan. Di bulan ramadhan ini ada banyak hal remeh temeh yang berpotensi menjadi sedekah; memberi makanan orang berbuka, meringankan beban mereka yang tak bekerja karena PHK akibat Pandemi Covid-19, membeli kue-kue yang dibuat pembuat rumahan, memberi makan gelandangan dan orang gila, atau bahkan yang terasa aneh; mengobati kucing yang terluka. Sedekah bisa menjadi perantara kesembuhan dari sakit.  Syaikh al-Albani menukil dalam bukunya Shahih al-Jami ash-Saghir sebuah  hadits Riwayat Thabrani; “obatilah orang sakit di antara kalian dengan sedekah”.

Kebaikan-kebaikan tak mengenal ukuran, wadah dan volume. Sekecil apapun kebaikan adalah dia tetap kebaikan. 

Pondok Labu, 19/04/2021
Dekan FK UPN Veteran-Jakarta.

Informasi

Newsletter

Daftar sekarang untuk menerima berita terkini, lowongan kerja, dan informasi lainnya.

Follow Us On

f